Minggu, 30 Juni 2019

ETIKA PROFESI


  1. Pengertian Profesi
            Secara estimologi, istilah profesi berasal dari bahasa Inggris yaitu profession atau bahasa latin, profecus, yang artinya mengakui, adanya pengakuan, menyatakan mampu, atau ahli dalam melakukan suatu pekerjaan. Sedangkan secara terminologi,  profesi berarti suatu pekerjaan yang mempersyaratkan pendidikan tinggi bagi  pelakunya yang ditekankan pada pekerjaan mental; yaitu adanya persyaratan  pengetahuan teoritis sebagai instrumen untuk melakukan perbuatan praktis, bukan  pekerjaan manual (Danin, 2002). Jadi suatu profesi harus memiliki tiga pilar pokok, yaitu pengetahuan, keahlian, dan persiapan akademik.
Kata Profesi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai bidang  pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (ketrampilan, kejuruan, dsb) tertentu. Di dalam profesi dituntut adanya keahlian dan etika khusus serta standar layanan. Pengertian ini mengandung implikasi bahwa profesi hanya dapat dilakukan oleh orang-orang secara khusus di persiapkan untuk itu. Dengan kata lain profesi bukan  pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak memperoleh pekerjaan lain. Profesi adalah suatu pekerjaan yang dalam melaksanakan tugasnya memerlukan/menuntut keahlian (expertise), menggunakan teknik-teknik ilmiah, serta dedikasi yang tinggi. Keahlian diperoleh dari lembaga pendidikan yang khusus diperuntukkan untuk itu dengan kurikulum yang dapat dipertanggungjawabkan.
Good'sDictionaryofEducation mendefinisikan profesi sebagai "suatu  pekerjaan yang meminta persiapan spesialisasi yang relatif lama di Perguruan Tinggi dan dikuasai oleh suatu kode etik yang khusus", Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, profesi diartikan sebagai "bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (seperti ketrampilan, kejuruan dan sebagainya) tertentu." Dalam pengertian ini, dapat dipertegas bahwa profesi merupakan pekerjaan yang harus dikerjakan dengan bermodal keahlian, ketrampilan dan spesialisasi tertentu. Jika selama ini  profesi hanya dimaknai sekedar "pekerjaan", sementara substansi dibalik makna itu tidak terpaut dengan persyaratan, maka profesi tidak bisa dipakai di dalam semua  pekerjaan.
Sehingga pemakaian istilah profesi sesungguhnya menunjuk pada suatu  pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan terhadap profesi. Secara teoritis, suatu profesi tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang yang sebelumnya tidak dilatih atau disiapkan untuk profesi itu. Menurut Muchtar Buchori, kata profesi masuk ke dalam kosa kata bahasa Indonesia melalui  bahasa Inggris (profession) atau bahasa Belanda (professie). Kedua bahasa ini menerima kata dari bahasa Latin. Dalam bahasa Latin dikenal dengan istilah "Professio" yang berarti "pengakuan" atau "pernyataan". Hal senada juga dikemukakan oleh Yunita Maria YM., secara etimologis profesi memang berasal dari  bahasa latin, yaitu "proffesio". Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa proffesio mempunyai dua pengertian yaitu janji/ikrar dan pekerjaan. Bila artinya dibuat dalam  pengertian yang lebih luas menjadi "kegiatan apa saja dan siapa saja untuk memperoleh nafkah yang dilakukan dengan keahlian tertentu." Sedangkan dalam arti sempit, profesi berarti suatu kegiatan yang dijalankan berdasarkan keahlian tertentu dan sekaligus dituntut darinya pelaksanaan norma-norma sosial dengan baik. Menurut Frank H. Blackington yang dikutip oleh Sikun Pribadi dari buku School, Society, andthe Professional Educator, yang dikutip kembali oleh Jusuf Amir Feisol, bahwa  profesi adalah "A  professionmustsatisfyanindispensablesocialneedandbebaseduponwellestablishedandsociallyacceptablescientificprinciples" (sebuah profesi harus memenuhi kebutuhan masyarakat yang sangat diperlukan dan didasarkan pada prinsip-prinsip ilmiah yang diterima oleh masyarakat).
Kata Blackington, makna profesi adalah memahami kewajibannya terhadap masyarakat dan mendorong anggotanya untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan etika yang sudah diterima dan sudah mapan. Sementara menurut Leiberman dalam  bukunya Education A Profession, yaitu tekanan utamanya terletak pada pengabdian yang harus dilaksanakan ketimbang pada keuntungan ekonomi, sebagai dasar organisasi (profesi), penampilan, dan pengabdian yang dipercayakan oleh masyarakat kepada kelompok profesi. Dengan demikian seorang profesional jelas harus memiliki  profesi tertentu yang diperoleh melalui sebuah proses pendidikan maupun pelatihan yang khusus, dan disamping itu pula ada unsur semangat pengabdian (panggilan  profesi) didalam melaksanakan suatu kegiatan kerja. Hal ini perlu ditekankan benar untuk mem bedakannya dengan kerja biasa (occupation) yang semata bertujuan untuk mencari nafkah dan/ atau kekayaan materiil-duniawi Dua pendekatan untuk mejelaskan pengertian profesi.
  1. Syarat profesi
 Menjadi seorang professional bukanlah pekerjaan yang mudah. Untuk mencapainya, diperlukan usaha yang keras, karena ukuran profesionalitas seseorang akan dilihat dua sisi. Yakni teknis keterampilan atau keahlian yang dimilikinya, serta hal-hal yang berhubungan dengan sifat, watak, dan kepribadiannya. Paling tidak, ada delapan syarat yang harus dimiliki oleh seseorang jika ingin jadi seorang professional.
1. Menguasai pekerjaan
 Seseorang layak disebut professional apabila ia tahu betul apa yang harus ia kerjakan. Pengetahuan terhadap pekerjaannya ini harus dapat dibuktikan dengan hasil yang dicapai. Dengan kata lain, seorang professional tidak hanya pandai memainkan kata-kata secara teoritis, tapi juga harus mampu mempraktekkannya dalam kehidupan nyata. Ia memakai ukuran-ukuran yang jelas, apakah yang dikerjakannya itu berhasil atau tidak. Untuk menilai apakah seseorang menguasai pekerjaannya, dapat dilihat dari tiga hal yang pokok, yaitu bagaimana ia bekerja, bagaimana ia mengatasi  persoalan, dan bagaimana ia akan menguasai hasil kerjanya. Seseorang yang menguasai pekerjaan akan tahu betul seluk beluk dan liku-liku pekerjaannya. Artinya, apa yang dikerjakannya tidak cuma setengah-setengah, tapi ia memang benar-benar mengerti apa yang ia kerjakan. Dengan begitu, maka seorang profesional akan menjadikan dirinya sebagai problem solver (pemecah  persoalan), bukannya jadi trouble maker (pencipta masalah) bagi pekerjaannya.
2. Mempunyai loyalitas
 Loyalitas bagi seorang profesional memberikan petunjuk bahwa dalam melakukan pekerjaannya, ia bersikap total. Artinya, apapun yang ia kerjakan didasari oleh rasa cinta. Seorang professional memiliki suatu prinsip hidup bahwa apa yang dikerjakannya bukanlah suatu beban, tapi merupakan panggilan hidup. Maka, tak  berlebihan bila mereka bekerja sungguh-sungguh. Loyalitas bagi seorang profesional akan memberikan daya dan kekuatan untuk  berkembang dan selalu mencari hal-hal yang terbaik bagi pekerjaannya. Bagi seorang  profesional, loyalitas ini akan menggerakkan dirinya untuk dapat melakukan apa saja tanpa menunggu perintah. Dengan adanya loyalitas seorang professional akan selalu  berpikir proaktif, yaitu selalu melakukan usaha-usaha antisipasi agar hal-hal yang fatal tidak terjadi.
3. Mempunyai integritas
  Nilai-nilai kejujuran, kebenaran, dan keadilan harus benar-benar jadi prinsip dasar bagi seorang profesional. Karena dengan integritas yang tingi, seorang  profesional akan mampu membentuk kehidupan moral yang baik. Maka, tidaklah  berlebihan apabila dikatakan bahwa seorang professional tak cukup hanya cerdas dan  pintar, tapi juga sisi mental. Segi mental seorang professional ini juga akan sekaligus menentukan kualitas hidupnya. Alangkah lucunya bila seseorang mengaku sebagai  profesional, tapi dalam kenyataanya ia seorang koruptor atau manipulator ? Integritas yang dipunyai oleh seorang professional akan membawa kepada  penyadaran diri bahwa dalam melakukan suatu pekerjaan, hati nurani harus tetap menjadi dasar dan arah untuk mewujudkan tujuannya. Karena tanpa mempunyai integritas yang tinggi, maka seorang professional hanya akan terombang-ambingkan oleh perubahan situasi dan kondisi yang setiap saat bisa terjadi. Di sinilah intregitas seorang professional diuji, yaitu sejauh mana ia tetap mempunyai prinsip untuk dapat  bertahan dalam situasi yang tidak menentu.

4. Mampu bekerja keras
Seorang profesional tetaplah manusia biasa yang mempunyai keterbatasan dan kelemahan. Maka, dalam mewujudkan tujuan-tujuan yang ingin dicapai, seorang  professional tidak dapat begitu saja mengandalkan kekuatannya sendiri. Sehebat-hebatnya seorang profesional, pasti tetap membutuhkan kehadiran orang lain untuk mengembangkan hidupnya. Di sinilah seorang professional harus mampu menjalin kerja sama dengan berbagai pihak. Dalam hal ini, tak benar bila jalinan kerja sama hanya ditujukan untuk orang-orang tertentu. Seorang profesional tidak akan pernah memilih-milih dengan siapa ia akan bekerja sama.
Seorang profesional akan membuka dirinya lebar-lebar untuk mau menerima siapa saja yang ingin bekerja sama. Maka tak mengherankan bila disebut bahwa seorang profesional siap memberikan dirinya bagi siapa pun tanpa pandang bulu. Untuk dapat mewujudkan hal ini, maka dalam diri seorang profesional harus ada kemauan menganggap sama setiap orang yang ditemuinya, baik di lingkungan  pekerjaan, sosial, maupun lingkungan yang lebih luas. Seorang profesional tidak akan merasa canggung atau turun harga diri bila ia harus bekerja sama dengan orang-orang yang mungkin secara status lebih rendah darinya. Seorang profesional akan bangga bila setiap orang yang mengenalnya, baik langsung maupun tidak langsung, memberikan pengakuan bahwa ia memang seorang  profesional. Hal ini bisa dicapai apabila ia mampu mengembangkan dan meluaskan hubungan kerja sama dengan siapa pun, di mana pun, dan kapan pun.
5. Mempunyai Visi
 Seorang profesional harus mempunyai visi atau pandangan yang jelas akan masa depan. Karena dengan adanya visi tersebut, maka ia akan memiliki dasar dan landasan yang kuat untuk mengarahkan pikiran, sikap, dan perilakunya. Dengan mempunyai visi yang jelas, maka seorang profesional akan memiliki rasa tanggung  jawab yang besar, karena apa yang dilakukannya sudah dipikirkan masak-masak, sehingga ia sudah mempertimbangkan resiko apa yang akan diterimanya. Tanpa adanya visi yang jelas, seorang profesional bagaikan “macan ompong”, dimana secara fisik ia kelihatan tegar, tapi sebenarnya ia tidak mempunyai kekuatan apa-apa untuk melakukan sesuatu, karena tidak mempunyai arah dan tujuan yang jelas. Dengan adanya visi yang jelas, seorang profesional akan dengan mudah memfokuskan terhadap apa yang ia pikirkan, lakukan, dan ia kerjakan. Visi yang jelas juga memacunya menghasilkan prestasi yang maksimal, sekaligus ukuran yang jelas mengenai keberhasilan dan kegagalan yang ia capai. Jika gagal, ia tidak akan mencari kambing hitam, tapi secara dewasa mengambil alih sebagai tanggung jawab pribadi dan profesinya.
6. Mempunyai kebanggaan
 Seorang profesional harus mempunyai kebanggaan terhadap profesinya. Apapun profesi atau jabatannya, seorang profesional harus mempunyai penghargaan yang setinggi-tingginya terhadap profesi tersebut. Karena dengan rasa bangga tersebut, ia akan mempunyai rasa cinta terhadap profesinya. Dengan rasa cintanya, ia akan mempunyai komitmen yang tinggi terhadap apa yang dilakukannya. Komitmen yang didasari oleh munculnya rasa bangga terhadap profesi dan jabatannya akan menggerakkan seorang profesional untuk mencari dan hal-hal yang lebih baik, dan senantiasa memberikan kontribusi yang besar terhadap apa yang ia lakukan.
7. Mempunyai komitmen
 Seorang profesional harus memiliki komitmen tinggi untuk tetap menjaga  profesionalismenya. Artinya, seorang profesional tidak akan begitu mudah tergoda oleh bujuk rayu yang akan menghancurkan nilai-nilai profesi. Dengan komitmen yang dimilikinya, seorang akan tetap memegang teguh nilai-nilai profesionalisme yang ia yakini kebenarannya. Seseorang tidak akan mengorbankan idealismenya sebagai seorang profesional hanya disebabkan oleh hasutan harta, pangkat dan jabatan. Bahkan bisa jadi, bagi seorang profesional, lebih baik mengorbankan harta, jabatan,  pangkat asalkan nilai-nilai yang ada dalam profesinya tidak hilang. Memang, untuk membentuk komitmen yang tinggi ini dibutuhkan konsistensi dalam mempertahankan nilai-nilai profesionalisme. Tanpa adanya konsistensi atau keajekan, seseorang sulit menjadikan dirinya sebagai profesional, karena hanya akan dimainkan oleh  perubahan-perubahan yang terjadi.
8. Mempunyai Motivasi
 Dalam situasi dan kondisi apa pun, seorang professional tetap harus  bersemangat dalam melakukan apa yang menjadi tanggung jawabnya. Artinya, seburuk apa pun kondisi dan situasinya, ia harus mampu memotivasi dirinya sendiri untuk tetap dapat mewujudkan hasil yang maksimal. Dapat dikatakan bahwa seorang professional harus mampu menjadi motivator bagi dirinya sendiri. Dengan menjadi motivator bagi dirinya sendiri, seorang professional dapat membangkitkan kelesuan-kelesuan yang disebabkan oleh situasi dan kondisi yang ia hadapi. Ia mengerti, kapan dan di saat-saat seperti apa ia harus memberikan motivasi untuk dirinya sendiri.Dengan memiliki motivasi tersebut, seorang professional akan tangguh dan mantap dalam menghadapi segala kesulitan yang dihadapinya. Ia tidak mudah menyerah kalah dan selalu akan menghadapi setiap persoalan dengan optimis. Motivasi membantu seorang professional mempunyai harapan terhadap setiap waktu yang ia lalui, sehingga dalam dirinya tidak ada ketakutan dan keraguan untuk melangkahkan kakinya.
Untuk mencapai sukses dalam bekerja, seseorang harus mampu bersikap  profesional. Profesional tidak hanya berarti ahli saja. Namun selain memiliki keahlian  juga harus bekerja pada bidang yang sesuai dengan keahlian yang dimilikinya tersebut. Seorang profesional tidak akan pernah berhenti menekuni bidang keahlian yang dimiliki. Selain itu, seorang profesional juga harus selalu melakukan inovasi serta mengembangkan kemampuan yang dimiliki supaya mampu bersaing untuk tetap menjadi yang terbaik di bidangnya.
Adapun syarat-syarat Profesi adalah sebagai berikut;
1. Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual.
2. Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
3. Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang lama (dibandingkan dengan  pekerjaan yang memerlukan latihan umum belaka).
4. Jabatan yang memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan.
5. Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen.
6. Jabatan yang menentukan baku (standarnya) sendiri.
7. Jabatan yang lebih mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi.
8. Jabatan yang mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
C. Ciri-ciri Suatu Profesi
 Profesional adalah orang yang mempunyai profesi atau pekerjaan purna waktu dan hidup dari pekerjaan itu dengan mengandalkan suatu keahlian yang tinggi. Atau seorang profesional adalah seseorang yang hidup dengan mempraktekkan suatu keahlian tertentu atau dengan terlibat dalam suatu kegiatan tertentu yang menurut keahlian, sementara orang lain melakukan hal yang sama sebagai sekedar hobi, untuk senang-senang, atau untuk mengisi waktu luang.
Sementara Westby Gibson (1965) dalam Suharsini Arikuto, juga membuat ciri-ciri khusus apa yang sebenarnya dimaksud sebuah profesi itu. Ia menjelaskan ada empat ciri yang melekat pada profesi, yaitu; Pertama, pengakuan oleh masyarakat terhadap layanan tertentu yang hanya dapat dilakukan oleh kelompok pekerja dikategorikan sebagai suatu profesi. Kedua, dimilikinya sekumpulan bidang ilmu yang menjadi landasan sejumlah teknik dan prosedur yang unik. Ketiga, diperlukannya persiapan yang sengaja dan sistematik sebelum orang mampu melaksanakan suatu pekerjaan profesional dan keempat, dimilikinya organisasi  profesional yang disamping melindungi kepentingan anggotanya dari saingan kelompok luar, juga berfungsi tidak saja menjaga, akan tetapi sekaligus selalu  berusaha meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat, termasuk tindak-tindak etis profesional kepada anggotanya.
Hal yang hampir sama juga diungkapkan oleh W.E Moore dalam bukunya "The Professions: Roles and Roles", seperti yang dikutip oleh Oteng Sutisna, bahwa Moore mengidentifikasikan profesi itu memiliki ciri-ciri antara lain; pertama, seorang yang menggunakan waktu penuh untuk menjalankan pekerjaannya. Kedua, ia terikat oleh suatu panggilan hidup, dan dalam hal ini ia memperlakukan pekerjaannya sebagai seperangkat norma kepatuhan dan perilaku. Ketiga, ia anggota organisasi profesional yang formal. Keempat, ia menguasai pengetahuan yang berguna dan ketrampilan atas dasar latihan spesialisasi atau pendidikan yang sangat khusus. Kelima, ia terikat oleh syarat-syarat kompetensi, kesadaran prestasi, dan pengabdian. Keenam, ia memperoleh ekonomi berdasarkan spesialisasi teknis yang tinggi sekali. Dalam  perspektif Ernest Grennwood dalam bukunya yang terkenal "The Elements of Profeseonalization", seperti yang dikemukakan oleh Sutisna bahwa profesi mempunyai beberapa unsur-unsur esensial. Pertama, suatu dasar teori sistematis. Kedua, kewenangan (authority) yang diakui oleh klien. Ketiga, sanksi dan pengakuan masyarakat atas kewenangan ini. Keempat, kode etik yang mengatur hubungan-hubungan dari orang-orang profesional dengan klien dan teman sejawat, dan kelima, kebudayaan profesi yang terdiri atas nilai-nilai, norma-norma dan lambang-lambang.
Di bidang pendidikan, juga dilakukan usaha untuk menguraikan unsur-unsur esensial profesi itu. Komisi Kebijaksanaan Pendidikan NEA Amerika Serikat (Educational Policies Commision of the NEA, Professional Organazations in American Education), misalnya menyebut enam kreteria bagi profesi di bidang  pendidikan. Pertama, profesi didasarkan atas sejumlah pengetahuan yang dikhususkan. Kedua, mengejar kemajuan dalam kemampuan para anggotanya. Ketiga, profesi melayani kebutuhan para anggotanya akan kesejahteraan dan  pertumbuhan profesional. Keempat, profesi memiliki norma-norma etis. Kelima,  profesi mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah di bidangnya, yakni mengenai  perubahan-perubahan dalam kurikulum, struktur organisasi pendidikan, persiapan profesional dan seterusnya, dan keenam, profesi memiliki solidaritas kelompok  profesi.
Masih mengenai ciri-ciri profesi, menurut Supriadi, bahwa profesi paling tidak memiliki lima ciri pokok, yaitu pertama, pekerjaan itu mempunyai fungsi dan signifikansi sosial karena diperlukan mengabdi kepada masyarakat. Di pihak lain,  pengakuan masyarakat merupakan syarat mutlak bagi suatu profesi, jauh lebih  penting dari pengakuan pemerintah. Kedua, profesi menuntut ketrampilan tertentu yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan yang serius dan intensif serta dilakukan dalam lembaga tertentu yang secara sosial dapat dipertanggung-jawabkan (accountable). Proses pemerolehan ketrampilan itu bukan hanya rutin, melainkan  bersifat pemecahan masalah. Jadi dalam suatu profesi, independent judgment  berperan dalam mengambil putusan, bukan sekedar menjalankan tugas. Ketiga,  profesi didukung oleh suatu disiplin ilmu (a systematic body of knowledge), bukan sekedar serpihan atau hanya common sense. Keempat, ada kode atik yang menjadi  pedoman perilaku anggotanya beserta sanksi yang jelas dan tegas terhadap pelanggar kode etik. Pengawasan terhadap ditegakkannya kode etik dilakukan oleh organisasi  profesi. Kelima, sebagai konsekuensi dari layanan yang diberikan kepada masyarakat, maka anggota profesi secara perorangan ataupun kelompok memperoleh imbalan finansial atau material.Dari formulasi-formulasi tentang pengertian dan ciri-ciri  profesi tersebut di atas, walaupun dalam kalimat naratif yang berbeda, pada hakikatnya memperlihatkan persamaan yang besar dalam substansinya. Kiranya dapat di simpulkan bahwa profesi ideal memiliki ciri atau unsur sebagai berikut. Yaitu
(a) suatu dasar ilmu atau teori sistematis;
(b). Kewenangan profesional yang diakui oleh klien;
(c). Sanksi dan pengakuan masyarakat akan keabsahan kewenangannya;
(d). Kode etik yang regulatif;
(e). Kebudayaan profesi, dan
(f). Persatuan profesi yang kuat dan berpengaruh.
D.  Macam-Macam Profesi
a. Resepsionis
Resepsionis bila dilihat dalam ssudut pandang pendidikan bisa saja termasuk  profesi atau non profesi,apabila dalam UU NO 20 TAHUN 2003 Tentang pendidikan nasional dimana profesi diartikan apabila sudah melakukan suatu jenjang pendidikan tinggi dan mendapat gelar, namun dalam uraian diatas respsionis pun termasuk profesi Karen sudah memenuhi syarat dan ciri seperti uarain diatas salah satunya mempunyai komitmen dan motivasi, secara tidak langsung resepsionis apabila hanya lulusan SMA  bisa dikatakan profesi karen memenuhi syarat tersebut. 
b. Video
Editor Menurut pandangan saya seorang video editor dari pandangan pendidikan jarang seorang yang melalui pendidikan tinggi karena baisanya seorang video editor menekuni pekerjaan tersebut karena hobi atau tertarik khusunya di Indonesia belum adda sebuah pendidikan yang khusus mempelajari editor video, kadang editor video didapatkan pada kuliah jurusan seni, ataupun informatika. Namun dari uraian diatas terdapat cirri dan syarat yang cocok bahwa seorang editor video pun bisa dikatakaan  profesi tergantung dari pandangan atau dari sisi mana dilihat.
c. Aktor
Dalam buku Masnur Muslich yang berjudul sertifikasi guru menuju profesionalisme  pendidik. Di halaman 12 dari buku itu dijelaskan tentang profesi, muslich mengutip dari sanjaya (2005:142-143 tentang syarat pokok pekerjaan professional yaitu :
a. Pekerjaan Profesional ditunjang oleh suatu ilmu tertentu secara mendalam yang hanya mungkin didapatkan dari lembaga pendidikan yang sesuai sehingga kinerjanya didasarkan kepada keilmuan yang dimilikinya dan dapat dipertanggungjawabkan. 
b. Suatu profesi menekankan pada suatu kehalian dalam bidang tertentu yang spesipik sesuai dengan profesinya sehingga profesi yang satu dan lainnya dapat dipisahkan dengan tegas.
c. Tingkat kemampuan dan keahlian suatu profesi didasarkan pada latar belakang  pendidikan yang dialaminya dan diakui oleh masyarakat sehingga masyarakat memiliki kepekaan yang sangat tinggi dari efek yang ditimbulkan oleh profesinya. Dari penjelasan tersebut tercatat actor sebagai profesi,namun tak semua artis sekolah acting karena semenjak dunia hiburan laku dan jaya actor sering menjadi obsesi dari amsyarakat banyak bermunculan sekolah acting dimasyarakat
d. Ahli Kunci Ahli kunci bisa dikatakan profesi apabila dia melalui jenjang pendidikan, namun kadang ahli kunci hanyaa berdasarkan keterampilan atau belajar secara otodidak. Baisanya awalnya dia kerja dibengkel kunci dan dia akhirnya bisa sebagai ahli kunci. Menurut saya juru kunci bukan profess
e. Penata Rambut Penata rambut sama halnya dengan pekerjaan lainnya, terkadang ada yang mengikuti sekolah piñata rambut kadang ada juga yang tanpa sekolah namun memang mahir,jaadi tidak dapat disimpulkan apakah piñata rambut bisa dikatakan profesi tergantung jenjang karier pendidikan piñata rambut tersebut.

f. Novelis 
Novelis bukan sebuah profesi melainkan beraawal adari hobi menulis dan bakat tersendiri yang dimiliki seorang novelis.
g. Programer Programer bukan termasuk profesi bisa dibuktikan Karen tidak ada sekolah  programmer yang ada hanya seorang programmer yang terampil dan seperti halnya yang lain biasanya programmer belajar secara otodidak karena kelibihan kecerdasan ataupun ketekunan yang ia miliki.
h. Mentri
i. Bupati 
j. Jendral
Disini mentri,Bupati,Jendral merupakan sebuah profesi karena mencakup sebuah organisasi atau struktur pemrintahan,terikat dengan lembag-lembaga Negara atau suatu instansi maka dari itu ketika profesi diatas bisa diartikan sebuah profesi. Namun dari sudut pandang pendidikan sesuia UU RI No 20 tahun 2003 bisa juga dikatakan profesi dan non  profesi tergantung pendidikan atau jenjang pendidikan terakhir sebelum menjabat sebagai ketiga profesi tersebut,jelaslah seorang jendral harus mendpatkan pendidikan khusus hingga mendapat gelar tersebut, namun seorang bupati bisa saja dari seorang lulusan SMA namun mengikuti sekolah kedinasan seperti halnya IPDN atau sekolah kedinasan lainnya yang termasuk dalam UU tersebut.
A.    Kesimpulan
 Kata Profesi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai bidang  pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (ketrampilan, kejuruan, dsb) tertentu. Di dalam profesi dituntut adanya keahlian dan etika khusus serta standar layanan. Pengertian ini mengandung implikasi bahwa profesi hanya dapat dilakukan oleh orang-orang secara khusus di persiapkan untuk itu. Dengan kata lain profesi bukan  pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak memperoleh pekerjaan lain.
Profesi adalah suatu pekerjaan yang dalam melaksanakan tugasnya memerlukan/menuntut keahlian (expertise), menggunakan teknik-teknik ilmiah, serta dedikasi yang tinggi. Keahlian diperoleh dari lembaga pendidikan yang khusus diperuntukkan untuk itu dengan kurikulum yang dapat dipertanggung jawabkan.
Good'sDictionaryofEducation mendefinisikan profesi sebagai "suatu  pekerjaan yang meminta persiapan spesialisasi yang relatif lama di Perguruan Tinggi dan dikuasai oleh suatu kode etik yang khusus", Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, profesi diartikan sebagai "bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (seperti ketrampilan, kejuruan dan sebagainya) tertentu." Dalam pengertian ini, dapat dipertegas bahwa profesi merupakan pekerjaan yang harus dikerjakan dengan bermodal keahlian, ketrampilan dan spesialisasi tertentu. Jika selama ini  profesi hanya dimaknai sekedar "pekerjaan", sementara substansi dibalik makna itu tidak terpaut dengan persyaratan, maka profesi tidak bisa dipakai di dalam semua  pekerjaan.
Menjadi seorang professional bukanlah pekerjaan yang mudah. Untuk mencapainya, diperlukan usaha yang keras, karena ukuran profesionalitas seseorang akan dilihat dua sisi. Yakni teknis keterampilan atau keahlian yang dimilikinya, serta hal-hal yang berhubungan dengan sifat, watak, dan kepribadiannya. Paling tidak, ada delapan syarat yang harus dimiliki oleh seseorang jika ingin jadi seorang professional.

1. Menguasai pekerjaan
2. Mempunyai loyalitas
3. Mempunyai integritas
4. Mampu bekerja keras



DAFTAR PUSTAKA
1.      Yulvieheartsofyan, 2012. Pengembangan Manajemen Profesi Pendidikan makalah semester VI FKIP Sejarah. Banda Aceh : USM Banda Aceh.

Selasa, 27 Maret 2018

Memahami Jenis Pelumasan dan Teknik Pelumasan

PENGERTIAN PELUMASAN DAN KLASIFIKASI PELUMASAN
2.2.3 Pelumasan
Pelumasan adalah metode yang digunakan untuk mengurangi gesekan, keausan dan panas dari bagian mesin yang bergerak relatif satu terhadap lainnya. Pelumas adalah zat yang bila dimasukkan diantara permukaan-permukaan yang bergerak, dan melumasi permukaan tersebut. 

Klasifikasi pelumasan
Berdasarkan jenis aplikasi pemakaian bearing yang ada, pelumasan dapat dibagi menjadi :
a) Intermittent Lubrication. 
Bearing untuk aplikasi beban ringan dan rpm lambat dapat dilumasi secara manual. Oil bisanya di masukkan ke dalam lubang pelumasan pada bearing. Oil yang digunakan biasanya adalah grease menggunakan pressure gun.
b) Limited Continous Lubrication. 
Metode ini lebih baik daripada pelumasan dengan manual. Pelumasan ini berisi sumbu pelumas atau jarum pelumas. Sumbu membawa oil secara kapilar. Jika journal bearing berputar, jarum di kocok dan oli mengalir lewat dari reservoir melalui gap antara jarum dan lubang di plug bearing.
c) Continous Lubricating. 
Oil di suplai secara terus menerus dan ini sangat penting untuk pelumasan hidrodinamik. Ada beberapa jenis continuous lubricating, yang pertama adalah ring oil system yaitu membuat pelumasan disekeliling bearing journal. Oil di semprot dari bearing bagian bawah dan ketika journal bearing berputar maka oil akan terangkat ke atas sehingga melumasi semua bagian journal. Yang kedua adalah splash lubrication, dimana part yang berputar direndam bersama oli dan biasanya digunakan untuk pelumasan mesin, gear-box, compressor. Contohnya pelumasan antara dinding cylinder dan piston ring, pelumsanannya menggunakan metode ini. Yang ketiga adalah in-pressure lubrication system yaitu pelumasan dengan menyemprotkan oil dengan pompa ke titi- titik pelumsan, setelah oil disemprotkan ke bagian bagian part, oli jatuh dan ditampung dan kembali masuk ke pompa dan mengalami siklus yang sama. 

Pada bearing luncur atau journal bearing, sebuah poros, atau journal, berputar atau berosilasi pada suatu bearing, atau bearing, dan gerakan relatifnya adalah luncuran. Pada suatu bearing anti gesekan, gerakan relatif utama adalah gelindingan. Sebuah batang pengikut bisa menggelinding atau meluncur pada cam. Gigi-gigi roda gigi perpasangan satu terhadap yang lain dengan suatu gabungan gelindingan dan luncuran. Piston meluncur di dalam silindernya. Semua pemakaian ini memerlukan pelumasan untuk mengurangi gesekan, keausan dan panas.

Ada lima bentuk pelumasan yang dapat dikenal secara jelas, yaitu :
  • Hidrodinamika 
  • Hidrostatika
  • Elastohidrodinamika
  • Batas (boundary)
  • Lapisan padat tipis (solid film). 
Pelumasan hidrodinamika (hydrodinamic lubrication) berarti bahwa permukaan penerima beban dari bearing dipisahkan oleh lapisan pelumas yang agak tebal, sedemikian rupa untuk menjaga persinggungan logam dengan logam, dan bahwa stabilitas yang dicapai dapat dijelaskan dengan hukum-hukum mekanika fluida. 

Pelumasan hidrodinamika tidak tergantung pada pemberian pelumas dengan tekanan, walaupun hal itu mungkin terjadi tetapi yang pasti ia memerlukan penyediaan pelumas yang cukup setiap waktu. Tekanan lapisan terjadi dengan sendirinya dengan gerakan permukaan yang menarik pelumas kepada suatu zona yang berbentuk baji pada suatu kecepatan yang cukup tinggi untuk menghasilkan tekanan yang seperlunya untuk memisahkan permukaan-permukaan terhadap beban pada bearing. Pelumasan hidrodinamika disebut juga lapisan-tipis penuh (full film) atau pelumasan fluida (fluid lubrication).

Pelumasan hidrostatika (hydrostatic lubrication) didapat dengan memasukkan pelumas, yang kadang-kadang berupa udara atau air, kedalam bidang bearing beban pada suatu tekanan yang cukup untuk memisahkan permukaan-permukaan dengan suatu lapisan pelumas-tipis yang agak tebal. Sehingga, tidak seperti pelumasan hidrodinamika, gerakan dari permukaan relatif terhadap yang lain tidak diperlukan. Pelumasan hidrostatika perlu diperhatikan dalam merancang bearing dimana kecepatan putar kecil atau nol dan dimana tahanan gesekan sekecil mungkin.

Pelumasan elastohidrodinamika (elastohydrodynamic lubrication) adalah gejala yang terjadi bila suatu pelumas dimasukkan diantara permukaan-permukaan yang berkontak secara menggelinding, seperti pasangan roda gigi atau bearing rol. 

Luas permukaan yang tidak memadai, suatu penurunan kecepatan dari permukaan yang bergerak, suatu pengurangan jumlah pelumas yang dimasukkan ke suatu bearing, kenaikan beban bearing, atau kenaikkan temperatur pelumas yang terjadi karena viskositas salah satu diantara hal-hal diatas dapat menjaga terbentuknya suatu lapisan-tipis (film) yang cukup tebal untuk membentuk pelumasan lapisan-tipis penuh. Bila ini terjadi, pada keadaan yang paling buruk mungkin dipisahkan oleh lapisan-tipis pelumas hanya dalam ketebalan beberapa ukuran molekul saja. Ini disebut pelumasan batas (boundary lubrication). Perubahan dari pelumasan hidrodinamika ke pelumasan batas tidaklah seluruhnya terjadi secara mendadak ataupun sesuatu yang mustahil. Mungkin bahwa suatu campuran pelumasan hidrodinamika dan pelumasan batas terjadi dulu, dan begitu permukaan bergerak saling mendekat, pelumasan jenis batas menjadi lebih berperan. Viskositas dari pelumas tidaklah terlalu penting pada pelumasan batas dibanding dengan komposisi kimiawi pelumas tersebut.

Bila bearing harus beroperasi pada temperatur yang sangat tinggi, suatu pelumas lapisan padat tipis (solid-film lubrication) seperti graphit atau molybdenum disulfida harus dipakai karena minyak mineral biasa tidak sesuai. Banyak penelitian akhir-akhir ini sedang dilakukan dalam tujuan ini, juga untuk mencari bahan campuran bearing dengan nilai keausan yang rendah dan juga koefisien gesek yang kecil.

2.2.4 Viskositas
Viskositas adalah ukuran resistensi (daya hambat) suatu fluida terhadap tegangan geser (shear). Nilai viskositas bervariasi, berbanding terbalik terhadap temperatur dan berbanding lurus terhadap tekanan tetapi keduanya dalam bentuk nonlinear. Viskositas dapat dinyatakan dalam dua bentuk yaitu viskositas absolut η dan viskositas kinematik υ dengan hubungan : (Norton, 1998 : 581) dimana ρ adalah massa jenis dari fluida. Satuan dari viskositas absolut η adalah lb-sec/in2 (reyn) dalam sistem satuan Inggris atau Pa-s dalam satuan SI. Tetapi biasanya selalu dinyatakan dalam μreyn dan mPa-s. Centipoise (cP) sama dengan 1 mPa-s. Nilai viskositas absolut pada temperatur 20°C (68°F) adalah 0,0179 cP (0,0026 μreyn) untuk udara, 1,0 cP (0,145 μreyn) untuk air dan 393 cP (57 μreyn) untuk pelumas mesin SAE 30. Pelumas atau oli yang bekerja pada bearing yang panas biasanya mempunyai viskositas antara 1 sampai 5 μreyn. 

Viskositas kinematik diukur dalam suatu alat yang dinamakan viskometer, yang berbentuk rotasional atau kapiler. Viskometer kapiler mengukur laju aliran dari suatu fluida yang melewati pipa kapiler pada temperatur 40° atau 100°C. Viskometer rotasional mengukur torsi dan kecepatan putar dari suatu poros vertikal atau kerucut yang berputar dalam sebuah bearing. Satuan SI dari viskositas kinematik adalah cm2/sec (stoke) dan dalam satuan Inggris adalah in2/sec. Satuan stoke biasanya terlalu besar, maka biasanya digunakan satuan centistokes (cSt).

Viskositas absolut diperlukan dalam perhitungan tekanan dan aliran pelumas didalam bearing. Nilainya ditentukan dari viskositas kinematik yang terukur dan massa jenis fluida pada temperatur pengujian.

2.2.5 Teori Pelumasan Hidrodinamika
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjTOLplTaXzhWp5RAuo7IWrg0xqBoDyD5_OCxjksJQVebWi9QGZeNJ38yFOPjmxJDj0xyaLCQx74NxTwvTN0ZlXJWCdMyRqR5Krffo4-jnb-kEjOh8TYyIL18vRYFUJrLIQO0rguWG2EQDJ/s400/1uiddifraksi-elektron.png

Gambar 2.6 Lapisan oli bergeser yang diantara dua permukaan paralel tidak dapat menyokong beban transversal 

Gambar 2.6a menunjukkan gambar journal dan bearing yang konsentrik dan poros dalam posisi vertikal. Diametral clearance cd diantara journal dan bearing sangat kecil, sekitar satu per-seribu kali dari diameter. Kita dapat memodelkannya sebagai dua buah pelat karena celah h sangat kecil dibandingkan dengan jari-jari lengkungnya. Gambar 2.6b menunjukkan dua buah pelat yang dipisahkan oleh lapisan-tipis oli dengan jarak celah sebesar h. Jika pelat paralel, lapisan-tipis oli tidak akan memberikan beban transversal. Hal ini akan berlaku untuk journal dan bearing yang konsentrik. Journal horizontal yang konsentrik akan menjadi eksentrik dari berat poros. Jika poros dalam posisi vertikal, journal dapat berputar secara konsentrik terhadap bearing selama tidak ada gaya gravitasi transversal.

Persamaan Reynold untuk Journal Bearing Eksentrik
Untuk menyokong beban transversal, pelat pada gambar 2.6b harus dibuat tidak paralel. Jika pelat bagian bawah pada gambar 2.6b diputar berlawanan arah jarum jam dan pelat bagian atas digerakkan ke arah kanan dengan kecepatan sebesar U, fluida diantara pelat akan terbawa sehingga mengurangi celah seperti yang terlihat pada gambar 2.7a, menghasilkan tekanan yang akan menyokong beban transversal P. Sudut antara pelat sama dengan variasi clearance oleh karena eksentrisitas e dari journal dan bearing pada gambar 2.7b. Ketika beban transversal diberikan pada journal, maka seharusnya akan merubah eksentrisitas dengan bearing untuk membentuk perubahan celah agar dapat menyokong beban dengan cara menaikkan tekanan lapisan-tipis.
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhjdocadcABdS5QVkGSu5cINf4VxNofysV02GzzewDpq8Ru24LjdExMhvWw41KVymBNiA8gCW9LHVIcPPo1fkG9p-GUsnL1Hjx-aCpARBmgp6oGdlqVDF2NQhdsED9TdRuyGlHNhGrLGQYy/s400/Untitled1.jpg

Gambar 2.7 Lapisan oli yang bergeser diantara dua permukaan tidak paralel dapat menyokong beban transversal 
Eksentrisitas e dan celah h untuk journal bearing dapat dilihat pada gambar 2.7b. Eksentrisitas e diukur dari titik pusat bearing Ob ke titik pusat journal Oj. Nilai maksimal e adalah sebesar cr = cd / 2 dimana cr adalah radial clearance. Eksentrisitas dapat dikonversikan dalam bentuk tak berdimensi, rasio eksentrisitas ε : (Norton, 1998 : 598)

yang nilainya bervariasi antara 0 pada kondisi tanpa beban sampai 1 pada kondisi beban maksimum ketika journal berkontak dengan bearing. Besarnya tebal lapisan-tipis h sebagai fungsi θ dapat diaproksimasikan sebagai :

Perhatikan journal bearing pada gambar 2.8. Titik pusat sistem koordinat xy dapat ditempatkan bebas misalnya pada titik O. Sumbu x bersinggungan dengan bearing, sumbu y melewati titik pusat bearing Ob dan sumbu z (tidak ditunjukkan) paralel dengan sumbu bearing. Umumnya, bearing dalam kondisi diam dan hanya journal yang berputar, tetapi dalam beberapa kasus sering terjadi kebalikkannya atau malah keduanya berputar. Lalu kecepatan tangensial bearing ditunjukkan oleh U1 begitu juga dengan kecepatan tangensial journal ditunjukkan oleh T2. Perhatikan bahwa arah keduanya (sudut) tidak sama oleh karena eksentrisitas. Kecepatan tangensial T2 untuk journal dapat dibentuk menjadi dua komponen dalam arah x dan y sebagai U2 dan V2. Sudut antara T2 dan U2 sangat kecil sehingga kosinusnya mendekati nilai 1 dan dapat dinyatakan bahwa U2 T2. Komponen V2 dalam arah y ditentukan oleh perubahan celah h ketika berputar sehingga .
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhexhdq5uesaMO_yNue13U-nN-Z1SmZPxa46APrBQEi1lc5_54MZnHYJll_uawaodERPPpaj5od1dVfmSnopgGV_BZBXxrnnUo2UxYGlneJa8vd6Zm8NUlU32zq6mA04logyTNtlQ3Di16L/s400/unduhan+%25284%2529.jpg

Gambar 2.8 Komponen kecepatan journal bearing eksentrik

Dengan menggunakan asumsi diatas, dapat ditulisakan persamaan Reynold berdasarkan perubahan ketebalan celah h, kecepatan relatif antara journal dan bearing V2 dan U1-U2 dan tekanan fluida p sebagai fungsi dua dimensional x dan z, dengan asumsi journal dan bearing paralel dalam arah z dan viskositas η adalah konstan, 

Short-Bearing Solution
Long bearing kerap kali tidak digunakan lagi dalam bidang permesinan moderen karena beberapa alasan. Defleksi dan ketidaklurusan pada poros dapat mengurangi clearance sampai bernilai nol pada long bearing, sehingga orang-orang lebih memilih short bearing. Rasio l/d dari bearing moderen adalah antara ¼ sampai 1. Ovrick dan DuBois berhasil memecahkan persamaan Reynold untuk kasus yang menyertakan batas kebocoran akhir, yaitu :

Bentuk persamaan ini mengabaikan batas nilai untuk aliran keliling oli disekitar bearing dengan alasan bahwa nilainya akan kecil bila dibandingkan dengan aliran dalam arah z (kebocoran) pada short bearing. Persamaan diatas dapat diintegrasikan untuk mendapatkan nilai tekanan pada lapisan-tipis oli sebagai fungsi dari θ dan z 
Persamaan ini dikenal sebagai persamaan Ovrick atau persamaan short-bearing. Persamaan ini dievaluasi pada θ = 0 sampai , dengan asumsi tekanan adalah nol diatas setengah keliling sisanya. Gambar 2.9 memperlihatkan distribusi tekanan pada θ dan z. Pada θ = 0 posisi berada pada h = hmaks dan sumbu θ melewati Ob dan Oj. Distribusi tekanan p akibat z adalah parabola dan puncaknya pada titik tengah dari panjang bearing dan nol pada . Tekanan p bervariasi tidak linear pada θ dan puncak pada kuadran kedua. Nilai dari θmaks pada pmaks 

dan nilai pmaks ini dapat dicari dengan mensubstitusikan z = 0 dan θ = θmaks kedalam persamaan diatas.

Berdasarkan puncak tekanan terjadi pada sudut θmaks. Sudut ini diukur dari sumbu θ nol, yang merupakan sepanjang garis dari titik tengah journal dan bearing. Akan tetapi bagaimana dengan sudut dari garis eksentrisitas diantara titik tengah Ob dan Oj ? Garis aksi dari gaya P yang diaplikasikan pada journal didefinisikan sebagai faktor eksternal. Gaya P ini ditunjukkan berarah vertikal pada gambar dan sudut antara gaya ini dengan sumbu θ = ditunjukkan sebagai . 

Torsi dan Daya Hilang pada Journal Bearing
lapisan-tipis fluida bergeser diantara journal dan bearing. Gaya geser ini membuat keduanya saling menghasilkan torsi yang berlawanan, Tr pada bagian yang berputar dan Ts pada bagian yang diam. Pasangan gaya P, pada gambar 2.9, salah satunya bekerja pada titik pusat journal Oj dan yang lainnya pada titik tengah bearing Ob, membentuk kopel , yang mana bila ditambahkan pada torsi diam Ts akan menghasilkan torsi berputar Tr. (Norton, 1998:594)

2.2.6 Perancangan Hidrodinamik Bearing 
Biasanya penerapan gaya P pada bearing dianjurkan dan kecepatan putar n’ diketahui. Diameter bearing bisa diketahui bisa juga tidak, tetapi selalu bisa didefinisikan dengan tegangan geser, defleksi atau pertimbangan yang lain. Perancangan bearing memerlukan penemuan kombinasi yang cocok dari diameter bearing dan atau panjang yang akan beroperasi dengan viskositas fluida yang cocok, clearance yang benar dan mampu buat serta rasio eksentrisitas yang tidak memungkinkan logam dengan logam untuk berkontakkan pada kondisi berbeban ataupun berbeban lebih.

Faktor Beban Perancangan – Bilangan Ovrick (Ovrick Number)
Langkah yang tepat untuk mendekati masalah ini adalah menggunakan suatu faktor beban tak berdimensi berbanding dengan berbagai parameter bearing yang dapat diolah, diplot dan dibandingkan. Persamaan dapat disusun ulang dan memasukkan menjadi : (Norton, 1998:596)

Persamaan ini mengandung banyak parameter dimana perancang yang telah mengontrol dan menunjukkan banyak kombinasi dari paramter-parameter tersebut yang memberi bilangan Ovrick yang sama, akan menghasilkan rasio eksentrisitas ε yang sama. Rasio eksentrisitas memberikan sebuah indikasi bagaimana dekatnya kegagalan lapisan-tipis oli terjadi sejak .

grafik hubungan rasio eksentrisitas ε sebagai fungsi dari bilangan Ovrick ON dan juga menunjukkan data eksperimen dari 10 referensi untuk parameter yang sama. Sebuah kurva empirik disesuaikan dengan data yang menunjukkan bahwa teori menurunkan besarnya rasio eksentrisitas. 

Perhitungan mengenai beban, torsi, tekanan rata-rata dan tekanan maksimum lapisan-tipis oli, dan parameter-parameter bearing lainnya serta besarnya clearance dapat menggunakan persamaan-persamaan yang telah dituliskan sebelumnya.

perbandingan dari pmaks / pavg dan Ts / To sebagai fungsi dari bilangan Ovrick untuk nilai ε teoritik dan eksperimen. Gambar 2.12 menunjukkan variasi besarnya sudut θmaks dan teoritik dan eksperimen dengan bilangan Ovrick.

Langkah-langkah Perancangan
Beban dan kecepatan umumnya diketahui. Jika poros telah dirancang berdasarkan tegangan geser dan defleksi maka diameter akan diketahui. Panjang bearing atau rasio l / d sebaiknya dipilih berdasarkan kondisi pengemasan. Semakin besar rasio l / d akan memberikan tekanan lapisan-tipis yang lebih kecil. Clearance ratio dinyatakan sebagai Cd / d. Clearance ratio biasanya bernilai antara 0,001 sampai 0,002 dan kadang-kadang sampai paling besar 0,003. Semakin besar clerance ratio akan menambah nilai ON. Semakin besar ON akan memperbesar nilai eksentrisitas, tekanan dan torsi seperti yang terlihat pada gambar 2.10 dan 2.11. 

Keuntungan dari besarnya nilai clearance ratio yaitu meningkatkan besarnya aliran pelumas, yang mana akan meningkatkan kerja pendingin. Rasio l / d yang besar mungkin membutuhkan clearance ratio yang lebih tepat untuk mampu menahan defleksi poros. Bilangan Ovrick dapat dipilih dan besarnya viskositas yang dibutuhkan dapat dihitung dari persamaan. Beberapa literasi biasanya diperlukan untuk menghasilkan rancangan yang seimbang.


Pemilihan bilangan Ovrick sangat memberikan pengaruh yang signifikan dalam perancangan. G.B Dubois memberikan panduan dalam menebak harga bilangan Ovrick yaitu ON = 30 (ε = 0,82) adalah batas atas untuk beban sedang, ON = 60 (ε = 0,90) adalah batas atas untuk beban berat dan ON = 90 (ε = 0,93) adalah batas atas untuk beban yang sangat berat. Pada angka beban diatas 30, sebaiknya hati-hati untuk mengontrol toleransisi manufaktur, surface finish dan defleksi. Untuk aplikasi bearing yang umum sebaiknya digunakan ON dibawah 30.


Daftar pustaka;
http://ilmuteknologyindustri.blogspot.com/2016/12/pengertian-pelumasan-dan-klasifikasi.html

Klasifikasi dan Jenis Perawatan Mesin

Secara garis besar manajemen pemeliharaan dapat dibagi dalam  tiga jenis, yaitu: improvement, preventive dan corrective
1. Perbaikan Pemeliharaan (Maintenance Improvement)
Manajemen pemeliharaan dari waktu kewaktu harus meningkat  untuk memperbaiki segala kekurangan yang ada. Oleh karenanya  perbaikan pemeliharaan merupakan upaya untuk mengurangi atau  menghilangkan kebutuhan pemeliharaan. Kita sering terlibat dalam  menjaga pemeliharaan, namun kita lupa untuk merencanakan dan menghilangkan sumbernya. Oleh karenanya keandalan rekayasa  diharapkan mampu menekan kegagalan sebagai upaya menghapus  kebutuhan perawatan. Kesemuanya ini me-  rupakan pra-tindakan, bukan  bereaksi.
Sebagai contoh, untuk komponen mesin yang berlokasi di  tempat gelap, kotor, dan sulit dijangkau, maka petugas pelumas  mesin tidak melumasi sesering ia melumasi komponen yang mudah  dijangkau. Ini kecenderungan alamiah. Oleh karena itu perlu  dipertimbangkan mengurangi kebutuhan pelumas dengan  menggunakan pelumas permanen, kualitas bantalanlife-time. Jika  hal tersebut tidak praktis, setidaknya pesawat bertangki otomatis bisa diterapkan.
2. Pemeliharaan Preventif (Preventive Maintenance)
Pelaksanaan pemeliharaan preventif sebenarnya sangat  bervariasi. Beberapa program dibatasi hanya pada pelumasan dan  sedikit penyesuaian. Program pemeliharaan preventif lebih  komprehensif dan mencakup jadwal perbaikan, pelumasan,  penyesuaian, dan membangun kembali semua mesin sesuai  perencanaan. Prioritas utama untuk semua program pemeliharaan  preventif adalah pedoman penjadwalan. Semua manajemen pemeliharaan program preventif mengasumsikan bahwa mesin dalam  jangka waktu tertentu produktifitasnya akan menurun sesuai  klasifikasinya. Program preventif dapat dibagi 3 (tiga) macam:
·         Time driven: program pemeliharaan terjadwal, yaitu dimana  komponen diganti berdasarkan waktu atau jarak tempuh  pemakaian. Sistem ini banyak digunakan perusahaan yang  menggunakan mesin dengan komponen yang tidak terlalu  mahal.
·         Predictive: pengukuran untuk mendeteksi timbulnya degradasi  sistem (turunnya fungsi), sehingga diperlukan mencari  penyebab gangguan untuk dihilangkan atau dikontrol sebelum  segala sesuatunya membawa dampak penurunan fungsi  komponen secara signifikan.
·         Proactive: perbaikan mesin didasarkan hasil studi kelayakan  mesin. Sistem ini banyak diaplikasikan pada industri yang  menggunakan mesin-mesin dengan komponen yang berharga  mahal.
3. Pemeliharaan Korektif (Corrective Maintenance)
Sistem ini dilakukan ketika sistem produksi berhenti berfungsi  atau tidak sesuai dengan kondisi operasi yang diharapkan. Pada  umumnya berhentinya sistem diakibatkan kerusakan komponen yang  telah atau sedang dalam proses kerusakan. Kerusakan yang terjadi umumnya akibat tidak dilakukannya kegiatan preventive  maintenancemaupun telah dilakukannya kegiatan preventive  maintenancetetapi kerusakan dalam batas dan kurun waktu tertentu  tetap rusak. Kegiatan corrective maintenancebiasa disebut pula  sebagai breakdown maintenance, namun demikian kegiatannnya  dapat terdiri dari perbaikan, restorasi atau penggantian komponen.  Pemeliharaan korektif berbeda dari pemeliharaan. Pada sistem ini  tidak dilakukan pemeliharaan secara berkala dan tidak terjadwal.  Kebijakan untuk melakukan corrective maintenancesaja tanpa  adanya kegiatan preventive maintenance, dapat menimbulkan  hambatan proses produksi atau membuat macet jalannya proses  produksi.


daftar pustaka ;
http://teknikmesin.org/klasifikasi-pemeliharaan-mekanik-industri/